Penetapan Tersangka ASN di Bima Diprotes, Ketua BARDAM-Nusa Kota bima Soroti Bukti Lemah dan Dugaan Rekayasa

Kota Bima, Bima Times – Penetapan tersangka terhadap seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Bima oleh penyidik PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) menuai protes dari Bayu Pebuardi, SH, Ketua Barisan Pemuda Kota Bima Nusa Tenggara Barat (BARDAM-Nusa Kota bima). Penetapan ini dianggap bermasalah karena adanya keraguan atas keabsahan bukti serta dugaan rekayasa yang mencuat.

Protes ini bermula dari audiensi yang dilakukan BARDAM-Nusa kota bima dengan penyidik PPA Polres Bima Kota. Tujuan audiensi adalah mempertanyakan dasar penetapan Saudara HD (ASN) sebagai tersangka, yang menurut mereka tidak memiliki dasar yang kuat. “Kami mempertanyakan dasar penetapan tersangka ini karena alat bukti yang ada, menurut kami, sangat lemah dan tidak memenuhi unsur perzinahan,” ujar Ketua BARDAM-Nusa Kota Bima

Menurut Ketua BARDAM-nusa kota bima, alat bukti yang diajukan oleh penyidik dinilai tidak memenuhi unsur Pasal 284 KUHP tentang perzinahan. Pasal tersebut secara spesifik mensyaratkan adanya laki-laki atau perempuan yang telah kawin melakukan zina dengan orang lain. Padahal, penyidik PPA Polres Bima Kota mengklaim memiliki dua alat bukti, yaitu bukti visum dari terlapor perempuan dan keterangan ahli hukum dari Universitas Mataram (Undram). Namun, BARDAM Nusa kota bima berpendapat bahwa bukti-bukti tersebut belum cukup kuat untuk membuktikan adanya perzinahan sesuai dengan Pasal 184 KUHAP, yang mengatur tentang alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana.

Menanggapi hal ini, Bayu Pebuardi menyatakan akan mengajukan keberatan formal kepada penyidik atau melalui jalur praperadilan (Pasal 77-83 KUHAP) guna menguji sahnya penetapan tersangka. Selain itu, ia juga tidak menutup kemungkinan untuk melaporkan dugaan rekayasa bukti ke pihak berwajib. “Jika terbukti ada rekayasa bukti, tentu ini merupakan pelanggaran hukum yang serius dan harus ditindak tegas,” tegasnya. Dugaan rekayasa bukti ini dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 263-266 KUHP (pemalsuan bukti) dan Pasal 421 KUHP (penyidik yang melakukan tindakan melawan hukum).

Lebih lanjut, jika penetapan tersangka ini dinilai tidak memenuhi syarat hukum, Bayu Pebuardi menegaskan akan menempuh semua upaya hukum yang tersedia. Upaya tersebut meliputi pengajuan keberatan ke atasan penyidik (Propam Polri), laporan ke Ombudsman/Komnas HAM (jika ada maladministrasi/pelanggaran HAM), dan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri setempat.

Kasus ini menjadi ujian bagi profesionalitas dan integritas penyidik PPA Polres Bima Kota. Masyarakat menuntut agar proses hukum berjalan transparan dan adil, tanpa adanya upaya rekayasa bukti yang dapat merugikan pihak manapun. Perkembangan kasus ini akan terus dipantau oleh publik, dengan harapan kebenaran dan keadilan dapat ditegakkan.

Scroll to Top